Hampir dua bulan saya bekerja di sebuah perusahaan Multinasional yang bergerak di bidang Peternakan. Sudah menjadi cita-cita saya tersendiri untuk mengembangkan bidang Pertanian dan Peternakan di Sumbawa. Karena kedua potensi ini cukup besar untuk dikembangkan di area lahan yang masih sangat luas. Belum banyak ilmu yang bisa saya pelajari tentang dunia peternakan, tapi saya ingin berbagi keresahan mengenai apa yang saya saksikan belakangan ini.

Di perusahaan ini, produk utamanya adalah menghasilkan pakan ternak untuk seluruh wilayah Indonesia. Pabriknya pun tersebar di Seluruh Indonesia mulai dari Medan hingga Makassar. Dan untuk diketahui, PT. Charoen Pokphand ini merupakan penguasa bisnis peternakan di Indonesia. Hanya saja, ketika saya mengetahui beberapa hal mengenai manajemen perusahaan. Ada sedikit kekecewaan yang saya rasakan, bukan terhadap perusahaan, malainkan regulasi pemerintah mengenai kebijakan Impor.

Beberapa minggu belakangan ini kita cukup dihebohkan dengan kasus suap daging Impor yang diduga ada keterlibatan politisi PKS. Beberapa informasi yang saya dapatkan, kasus ini berawal dari rencana Menteri Pertanian yang ingin membatasi kuota impor daging sapi. Dengan regulasi ini, otomatis pihak pemasok daging sapi baik dari Australia dan Amerika merasa terancam karena konsumen daging mereka berkurang. Akhirnya Amerika menekan Indonesia melalui Istana dan mengancam posisi Menter Pertanian yang mencoba mengurangi kuota daging Impor.

Di sinilah dilemma pembuatan regulasi Kebijakan Impor. Kita tetap berada dalam system global yang saling menjatuhkan. Indonesia nampaknya belum mampu untuk mandiri, dan Pemerintah kita berlum berani untuk melawan korporasi asing yang berkuasa dibalik ini. Lantas apa hubungannya dengan perusahaan tempat saya berkarya saat ini?

Untuk diketahui, produk pakan ternak di Perusahaan ini bersumber dari berbagai macam produk pertanian, diantaranya jagung, kedelai, sorgum, dan lain-lain. Hal yang membuat saya tercengan adalah sebagian besar sumber produk pertaniannya adalah impor, baik dari India, Pakistan, Argentina, maupun Brasil. Kemudian saya telusuri lebih jauh, “Adakah penggunaan jagung local dalam pembuatan pakan ternak ini?”. Jawab mereka,” Ada, hanya masih dalam jumlah yang sangat kecil.”

Berbagai pertanyaan terus saya lontarkan untuk menjawab keresahan saya mengenai alas an penggunaan produk impor. Ternyata alasannya bukan pada kualitas. Kualitas produk pertanian local masih jauh lebih baik dari impor. Permasalahannya adalah pada harga. Dalam dunia bisnis, tentu saja setiap pengusaha mengharapkan biaya produksi yang seminimal mungkin sehingga produk yang dihasilkan bisa bersaing di pasaran.

Kenapa produk pertanian kita lebih mahal dibandingkan produk impor? Padahal jika kita piker menggunakan logika, jelas produk impor harusnya lebih mahal karena ditambah bisa distribusi barang yang cukup besar. Analisis saya mengatakan penyebabnya pertama kurangnya konsentrasi Pemerintah dalam mendorong Petani Indonesia meningkatkan hasil pertanian mereka. Hasil pertanian yang kecil mengakibatkan harga produk pertanian menjadi mahal. Apakah ini karena Indonesia kekurangan lahan pertanian? Saya rasa bukan ini jawabannya. Karena tanah Indonesia masih luas. Mari kita lihat Indonesia secara utuh, bukan hanya Jawa tentunya.

Petani Indonesia kurang dihargai di Negeri ini. Sehingga mata pencaharian petani bukanlah mata pencaharian favorit di negeri yang pernah terkenal sebagai Negara Agraris ini. Menjadi Petani sama saja memilih menjadi masyarakat miskin. Paradigma inilah yang berkembang di masyarakat sehingga tidak banyak masyarakat Indonesia yang mau lagi menjadi petani dan memilih transmigrasi besar-besaran ke ibukota Negara ini.

Kedua, selain masalah kurangnya petani dan dorongan pemerintah, Pemerintah Indonesia juga perlu mengatur kebijakan Impor. Jika Indonesia ingin menjadi Negara yang mandiri, maka pajak untuk produk impor harus tinggi. Kenapa? Ini agar Pengusaha Indonesia lebih memilih untuk beralih ke produk local dan menjadikan produk pertanian local terserap secara penuh. Permasalahan yang sering dihadapi petani adalah kekhawatiran hasil pertanian mereka tidak laku dan tidak ada pengusaha yang mau membeli. Jika produk Impor sulit masuk ke Indonesia, maka hasil pertanian local akan bisa Berjaya lagi.

Tidak ada yang sulit jika Pemerintah dan rakyat Indonesia mau bersatu untuk melawan korporasi asing yang masih terus menjajah Indonesia. Kita harus sudah mulai memikirkan bagaimana membebaskan Negara ini dari Penjajahan. Swasembada Pangan dan Swasembada Daging adalah hal pokok yang harus diwujudkan. Bila perlu dalam semua sisi kehidupan, Indonesia menjadi Negara Mandiri. Seperti kata Soekarno, BERDIKARI (Berdiri di Atas Kaki Sendiri). Bismillah.